1 .1 Sejarah
Hymenolepis nana ditemukan oleh
Theodor Bilharz pada tahun 1851 dalam usus halus seorang anak di Kairo.
Peneliti ini juga yang pertama kali memperkenalkan daur hidup langsung dari
Hymenolepis nana. Inang definitifnya meliputi manusia, primata, tikus, dan
mencit. Hymenolepis nana menyebabkan penyakit Hymenolepiasis. Hymenolepis nana
juga pernah dilaporkan pada tupai, monyet, dan simpanse.
2.2 Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Platyhelminthes
Class
: Cestoda
Ordo
: Cyclophyllidea
Family
: Hymenolepididae
Genus
: Hymenolepis
Species
: Hymenolepis nana
Nama penyakit
: Hymenolepiasis
2.3 Penyebaran penyakit / distribusi
geografis
Hymenolepis nana adalah
cestoda yang tersebar di seluruh dunia baik (kosmopolit) di daerah beriklim
tropis maupun sedang. Seperti Mesir, Sudan, Thailand, India, Jepang, Amerika Selatan, Eropa
Selatan, dan juga ditemukan di Indonesia. Infeksi dari Hymenolepis
nana ditemukan banyak terdapat pada orang-orang dengan sanitasi yang buruk
dan padat. Infeksi cestoda ini pada manusia sering terjadi pada anak-anak, juga
terdapat di tikus dan mencit.
Survey yang dilakukan di negara-negara menunjukkan frekuensi dari 0,2- 3,7%
walaupun di daerah-daerah tertentu 10% dari anak-anak menderita infeksi ini. Di
Amerika Serikat bagian selatan frekuensinya 0,3-2,9%. Infeksi ini kebanyakan
terbatas pada anak-anak dibawah umur 15 tahun. Frekuensinya agak lebih tinggi
pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan presentase infeksi pada orang
negro kira-kira setengahnya dari bangsa kulit putih.
2.4 Morfologi dan siklus
hidup
a. Morfologi
Hymenolepis nana berbentuk seperti benang dan mempunyai ukuran terkecil jika
dibandingkan dari golongan cestoda yang ditemukan pada manusia,. Panjangnya
kira-kira 25-40 mm dan lebarnya 1 mm. Terbagi atas kepala (skoleks),
leher dan sederet segmen-segmen yang membentuk rantai (strobila).
Skoleks berbentuk bulat kecil,
mempunyai 4 batil isap dan rostellum yang pendek dilengkapi dengan satu deret
kait berjumlah 20-30 kait yang berfungsi untuk melekatkan diri pada permukaan
mukosa intestin inang. Dibelakang kepala terdapat leher yang merupakan bagian
yang bersifat poliferatif untuk membentuk segmen-segmen baru. Strobila terdiri
atas proglotid-proglotid immature (segmen muda) – mature (segmen dewasa) – dan
gravid, kurang lebih 200 segmen. Segmen dewasa (segmen mature) memiliki satu
set alat reproduksi sendiri. Lubang genital terletak unilateral, terdapat 3
testis dan 1 ovarium.
Ukuran
strobila biasanya berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang ada dalam
hospes. Strobila dimulai dengan proglotid imatur yang sangat pendek dan
sempit, lebih ke distal menjadi lebih lebar dan luas. Pada ujung distal
strobila membulat. Didalam proglotid gravid uterus membentuk kantong mengandung
80-180 telur.
Telur keluar dari proglotid
paling distal (proglotid gravid) yang hancur. Bentuknya lonjong, mirip
buah lemon (ovoid) berukuran 30-47 mikron, mempunyai lapisan kulit yang terdiri
dari dua membran sebelah dalam dengan penebalan pada kedua kutub, dari
masing-masing kutub keluar 4-8 filamen. Telur berisi embrio heksakan atau
embrio dengan 3 pasang kait (onkosfer).
Penyerapan makanan melalui
tegumen (bagian luar tubuh cestoda yang berfungsi absortif dan metabolit) dan
alat ekskresinya berupa sel api (flame cell).
b. Siklus
Hidup
Cacing dewasa hidup di usus
halus beberapa minggu untuk mengalami perkembangbiakan dari
proglotid immature menjadi mature selanjutnya menjadi proglotid gravid yang
mengandung banyak telur cacing pada uterusnya. Proglotid gravid akan melepaskan
diri dan bila pecah maka keluarlah telur cacing yang bisa dikeluarkan bersama
feses manusia1. Telur Cacing ini kemudian termakan oleh serangga.2
Cacing ini tidak memerlukan hospes perantara. Bila telur tertelan
kembali oleh manusia (Manusia dan
hewan lainnya (tikus) terinfeksi ketika mereka sengaja atau
tidak sengaja makan bahan yang terkontaminasi oleh serangga)3, maka di rongga
usus halus telur menetas dan membentuk larva sistiserkoid, kemudian keluar ke
rongga usus dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu atau lebih4,5. Apabila sistiserkoid pecah maka keluarlah
skolek yang selanjutnya akan melekat pada mukosa usus6. Skolek akan
berkembang lebih lanjut menghasilkan proglotid immature, dan seterusnya
berulang siklus tersebut (Proses pendewasaan kurang lebih 2 minggu)7.
Orang dewasa
kurang rentan dibandingkan dengan anak. Kadang-kadang telur dapat menetas di
rongga usus halus menjadi
sistiserkoid sebelum dilepaskan bersama tinja9. Keadaan ini
disebut autoinfeksi internal. Autoinfeksi dapat terjadi pada infeksi Hymenolepis
nana, dimana telur mampu mengeluarkan embrio hexacanth mereka
yang kemudian menembus villus dan meneruskan siklus infektif
tanpa melalui lingkungan luar. Hal ini menyebabkan cacing dapat
memperbanyak diri dalam tubuh hospes. Masa hidup
cacing dewasa adalah 4-6 minggu, tetapi autoinfeksi internal memungkinkan
infeksi bertahan selama bertahun-tahun. Cacing di dalam usus dapat
mencapai jumlah 1.000 sampai 8.000 ekor pada
seorang penderita.
2.5 Mekanisme transmisi
Penularan
tergantung pada kontak langsung, karena telurnya yang resistennya lemah, yang
tidak tahan terhadap panas dan pengeringan, tidak dapat hidup lama diluar
hospes. Infeksi ditularkan langsung dari tangan ke mulut (fecal-oral route) dan
makanan atau air yang terkontaminasi. Kebiasaan yang kurang bersih pada
anak-anak menguntungkan adanya parasit ini pada golongan umur rendah. Hal ini
sering terjadi pada anak-anak umur 15 tahun ke bawah. Kontaminasi terhadap
tinja tikus perlu mendapat perhatian. Infeksi pada manusia selalu disebabkan
oleh telur yang tertelan dari benda-benda yang terkena tanah, dari tempat buang
air atau langgsung dari anus ke mulut. Kebiasaan hidup tidak hygienis memungkinkan
terjadinya infeksi ini. Kebersihan
perorangan terutama pada keluarga besar dan di perumahan panti asuhan harus
diutamakan.
2.6 Sumber infeksi / hospes
Hospes definitifnya meliputi
manusia, primata, tikus, dan mencit. Hymenolepis nana menyebabkan penyakit
Hymenolepiasis. Hymenolepis nana juga pernah dilaporkan pada tupai,
monyet, dan simpanse.
2.7 Patofisiologi dan gejala klinis
Parasit
ini biasanya tidak menyebabkan gejala. Jumlah yang besar dari cacing yang
menempel pada dinding usus halus menimbulkan iritasi mukosa usus. Kelainan yang
sering timbul adalah toksemia umum karena penyerapan sisa metabolit dari
parasit masuk kedalam sistem peredaran darah penderita. Pada anak kecil dengan
infeksi berat, cacing ini kadang-kadang menyebabkan keluhan neurologi yang
gawat, berkurang berat badan, kurang nafsu makan, insomnia, mengalami sakit perut dengan atau tanpa
diare, nausea, muntah,
kejang-kejang, sukar tidur dan pusing. Bila supersensitif terjadi
alergi. Eosinofilia sebesar 8-16%.
Sakit perut, obstipasi dan anoreksia merupakan gejala ringan.
2.8 Diagnosis dan terapi
Diagnosa laboratorium dapat
dilaksanakan dengan memukan telur atau bagian dari cacing dewasa pada sediaan tinja. Pemeriksaan
dapat dilakukan secara langsung atau dengan cara tak langsung (konsentrasi).
Pemeriksaan jumlah eosinofil dalam darah hanya sebagai pendukung, biasanya pada
kasus infeksi parasit ini eosinofil akan meningkat 8 – 16 %.
2.9 Usaha-usaha pencegahan
Pencegahannya
sukar, karena penularan terjadi langsung dan hanya satu hospes yang terlibat
dalam lingkaran hidupnya. Pemberantasannya terutama tergantung pada perbaikan
kebiasaan kebersihan pada anak. Pengobatan orang yang mengandung cacing ini,
sanitasi lingkungan, menghindarkan makanan dan minuman dari kontaminasi,
hindari pembuangan tinja sembarangan dan pemberantasan binatang pengerat (rodentia) juga dapat dilakukan.
2.10
Pengobatan
Prazikuantel (dosis tunggal
25mg/kgBB) atau niklosamid adalah obat yang terpilih dan obat pertama yang
memiliki evektifitas tinggi untuk infeksi H. nana. Obat ini
menyebabkan vakuolisasi dan vesikulasi tegumen cacing sehingga isi cacing
keluar, mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi kehancuran cacing.
Niklosamid dapat diberikan pada dosis 60-80 mg/kgBB selama 5-7 hari dan
dapat diulang 10 hari kemudian untuk membunuh cacing yang berkembang di dalam
vili pada saat obat pertama diberikan. Obat ini bekerja menghambat
fosforilasi anaerobik ADP yang merupakan proses pembentukan energi pada cacing,
sehingga cacing yang dipengaruhi akan rusak di sebagian skoleks, dan segmen di
cerna sehingga tidak ditemukan lagi di dalam tinja. Bila masih ditemukan Hymenolepis
nana setelah masa pengobatan berakhir, dapat diberikan tambahan seperti
peningkatan dosis atau pemberian antiparasit (atabrine,
bitional) dalam waktu yang lebih lama.
makasih mbk
BalasHapussangat bermanfaat :)
sangat bermanfaat sekali makasih
BalasHapusGood article. thanks :D
BalasHapusTerima kasih, sangat bermanfaat
BalasHapus